ILMU DOTI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL

Ilmu doti
Buku Ilmu doti

Oleh ReO Fiksiwan

 [Kebudayaan] menunjukkan pola makna yang diwariskan secara historis yang diwujudkan dalam simbol, suatu sistem konsepsi yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk simbolis, yang dengannya manusia berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan mereka tentang dan sikap terhadap kehidupan.“ — Clifford Geertz(1926-2006), The Interpretation of Cultures(1973).

NusantaraInsight, Makassar — Salah satu, nyaris diabaikan, fasilitas kearifan lokal(local knowledge) yang dimiliki oleh masyarakat lokal di daerah tertentu adalah ilmu doti. Ilmu ini terkait dengan pengelolaan pengetahuan ekologi yang berkelanjutan.

Dalam konteks ini, ilmu doti merujuk pada pengetahuan dan praktik yang dikembangkan oleh masyarakat lokal berdasarkan pengalaman dan tradisi mereka. Di antara ilmu doti itu, ritual foso Minahasa, bambu gila Maluku, lepasi Sangir, dayango Gorontalo dan metayok Mongondow.

Meski mulai ditinggalkan, ilmu doti masih relevan dalam pengelolaan lingkungan dan pertanian di daerah-daerah yang masih memanfaatkannya.

Menurut Warren (1991), kearifan lokal apapun merupakan bagian penting dari pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan(sustainable ecology).

Dalam beberapa hal, ilmu doti sangat membantu masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan secara berkelanjutan dan meningkatkan produktivitas pertanian. Misal, tradisi lepasi atau mane‘e di Sangir maupun subak di Bali.

BACA JUGA:  Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2024

Menurut Geertz(1983), kearifan lokal merupakan pengetahuan dan praktik yang dikembangkan oleh masyarakat lokal berdasarkan pengalaman dan tradisi mereka.

Karena itu, ilmu doti — terlepas dari praktik dan pemahamannya yang kontraproduktif — masih berguna dibanding pengetahuan-pengetahuan lainnya yang boros dan mubasir.

Pada hakikatnya, dalam konteks modern, ilmu doti berkembang dari tradisi yang terkait dengan relasi kuat antara alam, pengetahuan dan kodrat manusia, terutama pada sistem ekologi.

Menurut Berkes(1999), integrasi antara local knowledge dan teknologi modern dapat membantu meningkatkan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Seperti pertanian hidroponik maupun pengobatan alternatif(nemesis).

Dengan kata lain, ilmu doti — sejauh yang bisa dipraktekkan, dapat diintegrasikan dengan teknologi modern untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan buatan(industrialisasi) dan alami(tradisi).

Dengan memahami dan melestarikan ilmu doti, masyarakat lokal dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola sumber daya alam secara efektif dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan(ekologi) yang bergeser dan terus berubah.