NUANSA ‘IDEOLOGIS’ PUISI UNTUK PALESTINA

Puisi untuk Palestina
Diskusi buku Puisi untuk Palestina

(Menimbang Jalan ‘Jihad’ dalam Sastra)

Disampaikan dalam Diskusi Buku ‘Puisi Untuk Palestina’, 24 Maret 2024, Makassar.

Oleh: Syafruddin Muhtamar
Peminat Sastra

NusantaraInsight, Makassar — Brigade Al-Qassam menghentak publik dunia, 7 oktober 2023. Sebuah serangan tiba-tiba: ratusan roket ditembakkan, berbaris di langit yang cerah. Melintasi perbatasan tanah Palestina, menyeberang dan tiba ke ‘tanah’ Israel, dengan ledakan yang mengejutkan.

Diiringi serangan darat mendadak, dari para penerjun payung yang gagah perkasa, menerobos perbatasan. Ribuan orang tewas, dan ratusan tentara zionis, ditahan.

Sebuah peristiwa yang ‘melegitimasi kebrutalan’ negeri zionis, setelahnya. Dan setelahnya adalah perih jiwa raga bagi warga Gaza. Adalah: Genosida atas kelompok manusia, penghancuran atas bumi yang diberkahi, pengusiran manusia dari tanah air kehidupannya, menjadi tinta hitam media publik: melukiskan kematian, kelaparan, penyakit, rasa takut dan ketidakpastian masa depan.

30 ribu lebih sudah jiwa warga Gaza hilang. Sisanya, hidup terlunta-lunta sebagai pengungsi dalam perang. Manusia Gaza, melintasi tanah sejarahnya dibawah langit penuh awan hitam pekat. Gelap dan suram.

BACA JUGA:  Penggunaan AI Dalam Jurnalisme

Penggal kisah diatas, hinggap beberapa lamanya dibenak, setelah ketua IPMI (Ikatan Penulis Muslim Indonesia) menyodorkan naskah “Puisi Untuk Palestina”, untuk dibaca sebagai bahan diskusi.

Sebuah buku kumpulan puisi, ditulis puluhan penyair. Desain cover dan tata letak isi, yang simple dan menawan.

80 lebih puisi termuat memenuhi ruang isi buku. Dalam catatan pengantar, dinyatakan: Puisi Untuk Palestina adalah Solidaritas Sastra Sulsel untuk Palestina.

Suatu wujud aksi sastra perlawanan terhadap zionisme, demi kemerdekaan Palestina. Seketika itu, saya menemukan ‘jejak ideologi’ dalam buku kumpulan puisi ini.

Kata “solidaritas” dan kata “Palestina”, dalam pengantar singkat itu, memantik satu gambar kecil dalam imaji: sebuah kumpulan kaum muslim berdiri tegas, di atas tanah dan diluar Palestina, menunjuk wajah zionisme, sebagai isyarat perlawanan. Karena itu, dua kata tersebut, mengandung konotasi ‘politik’.

Politik dalam konteks ini, adalah relasi bangsa Palestina dan negara Israel, dalam perjuangan kemerdekaan melawan penjajah. Karena itu perjuangan kemerdekaan itu, bersifat ideologis. Dan solidaritas kaum muslim atas perjuangan saudara seiman di bumi Palestina, juga bernuansa ‘ideologis’.

BACA JUGA:  Posisi Sulsel Sebagai Lumbung dan Penyangga Pangan Nasional Perlu Dipertahankan, Urgensi Sosialisasi KUR Petani

Sastra “Ideologis”

Sastra sebagai media ungkap, dengan bahasa yang ‘berseni’, mengandung peluang menjadi media ungkap ideologis. Bahwa, ungkapan yang ‘berseni’ itu, bersumber dari ragam realitas, dimana sang sastrawan mengambil sumber inspirasi, baik dari kenyataan yang dialami sendiri ataupun diluar pengalaman pribadinya.