Menurut Hasyim, wartawan sekarang lebih menikmati udara kebebasan, sehingga merasa benar-benar independen. Namun, mungkin juga pada masa lalu ada keasyikan sendiri di tengah ketatnya pengawasan dan barikade terhadap pers. Para wartawan selalu berusaha kreatif untuk menemukan trik-trik tersendiri agar bisa memberitakan sesuatu.
‘’Ini tantangannya lebih besar,’’ kata Hasyim.
Ayah lima anak (seorang anaknya ada di Amerika, satu di Maluku, satu pengacara di Makassar, satu wiraswasta di Bali, dan seorang lagi kuliah di Akademi Pariwisata Bandung kala wawancara berlangsung) ini tahun 2006 pensiun sebagai pegawai negeri sipil.
Tetapi, Direktur Utama RRI Parni Hadi mengajak Hasyim Ado aktif membina para reporter muda dengan duduk di Dewan Redaksi Nasional RRI. Dengan jabatan itu, dia tercatat sebagai staf ahli. Tugas dan kegiatannya adalah menjadi instruktur dalam berbagai pendidikan dan latihan yang dilaksanakan RRI.di seluruh Indonesia.
Sebagai wartawan radio yang sudah malang melintang di berbagai daerah, Hasyim pernah bertugas di banyak tempat. Misalnya, Sulteng, Maluku Utara, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan sendiri. Di daerah-daerah itu pulalah dia memperoleh penghargaan atas karya dan baktinya sebagai pejabat dan wartawan radio.
Selaku wartawan bidang Hankam, dia pun pernah memperoleh penghargaan dari Kodam XIV Hasanuddin (berubah jadi Kodam VII Wirabuana dan kini Kodam XIV Hasanuddin) dan Komando Wilayah Pertahanan (Kowilhan) III.
‘’Liputan kita pada saat itu lebih banyak dikendalikan institusi militer. Tidak ada kebebasan pers sama sekali,’’ kunci kakek tiga cucu ini (waktu itu), setengah jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Internasional Soekarno Hatta.
Kini wartawan senior yang kaya pengalaman jurnalistik itu telah tiada. Selamat jalan senior…(*).