NusantaraInsight, Makassar — Satupena Sulsel kembali menggelar peluncuran Buku Proses Kreatif Penulis 2 di Kafe Baca, Jalan Adhyaksa Nomor 2 Makassar, Kamis (28/12/2023).
Buku yang dikumpulkan oleh Firdaus Muhammad dari goresan pena 25 penulis Sulawesi Selatan, kali menerbitkan kumpulan tulisan dari, Andi Makmur Makka, Andi Iqbal Burhanuddin, Anwar Arifin, Adi Suryadi Culla, Ahmad M. Sewang, Abdul Rasyid Idris, Abdul Rahman Hamid, Anil Hikmah, Armin Asmin Toputiri, Muhammad Anshar Akil, Anzar Abdullah, Agussalim, Badaruddin Amir, Fajrulrahman Jurdi, Firdaus Muhammad, Hasyim Aidid, Hadi Daeng Mapuna, Ilham Kadir, M. Khidry Alwi, M.Kubais M. Zeen, Muh. Quraish Mathar, M. Ghufran H. Kordi K, Mohammad Muttaqin Azikin, S. Sinansari Ecip, Syahril Rani, Thamzil Tahir.
Koordinator Satupena Sulsel Rusdin Tompo dalam sambutannya di awal acara menyampaikan terima kasihnya kepada para penulis yang mengirimkan tulisannya.
Ia juga menyebutkan bahwa tak ada tulisan yang sia-sia jika dituliskan.
“Tidak ada tulisan yang berlalu begitu saja, pasti tulisan itu ada pembacanya,” ucapnya.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada editor buku Firdaus Muhammad yang telah mengurus keseluruhan buku hingga saat ini berada di sini untuk diluncurkan.
“Beliau ini paket lengkap,” tegas Rusdin Tompo.
Sementara itu, Firdaus Muhammad selaku editor diawal komentarnya meminta maaf atas keterlambatan buku kedua dari Proses Kreatif Penulis Satupena.
“Ini karena keterlambatan dari buku pertama sehingga berimbas dari terbitnya buku kedua ini,” kata Firdaus Muhammad.
Ia juga menyampaikan bahwa sewaktu Proses Kreatif Penulis ini akan dibuat. Ada 50 penulis yang mengumpulkan tulisannya yang kemudian dari 50 penulis ini dibagi menjadi dua buku.
Ia berencana akan menghimpun lebih 100 penulis untuk menyumbangkan tulisannya untuk dibukukan.
S. Sinansari Ecip yang juga seorang jurnalis senior dan penulis ini, didaulat oleh moderator Rahman Rumaday untuk memberikan inspirasi kepada para penulis dan juga jurnalis yang hadir.
Ia menceritakan tentang awal kepenulisannya, mulai dari menulis di Republika, Fajar, Panji Masyarakat hingga bersama Goenawan Mohamad menggarap Tempo
Wartawan yang diakui karena kecepatannya dalam membuat tulisan ini, juga mengusulkan agar Satupena dapat menghimpun tulisan dari para senior-senior wartawan, penulis, budayawan bahkan tokoh di Sulsel.
Ia juga mengusulkan agar mengembangkan literary Journalism atau jurnalisme data dengan sentuhan sastrawi.
Ia menyebutkan bahwa Literary Journalism adalah jurnalisme sastra adalah bentuk nonfiksi kreatif yang paling mendekati penulisan. Hal ini berdasarkan fakta dan memerlukan penelitian dan, sering kali, wawancara.