WASILAH dan Doa Ibu-ibu K-Apel Lorong Daeng Jakking

Wasilah
WASILAH dan Doa Ibu-ibu K-Apel Lorong Daeng Jakking

_By Humilis Rahman Rumaday_

Jangan hanya menjadi saudara dalam nama, tetapi juga dalam perbuatan dan sikap yang baik.” ~ Kata bijak

NusantaraInsight, Makassar — Di lorong kecil bernama Daeng Jakking, lorong yang kalau orang memasukinya secara fisik nampak biasa-biasa saja, namun sarat makna, para ibu menenun kebersamaan dalam tradisi yang disebut WASILAH singkatan dari Waktunya Silaturahmi. salah satu program ibu-ibu K-Apel yang sudah mentradisi dari tahun ke tahun. Ia bukan sekadar rutinitas tahunan di bulan Syawal, bukan pula sekadar kunjungan rumah ke rumah, melainkan jalinan ruh antara satu hati dengan hati yang lain, di antara seruput teh, dan lempengan kue dan senyum yang tidak dibuat-buat.

Jumat malam, 11 April 2025, giliran rumah Ibu Hamira menjadi persinggahan kasih dan canda. Malam itu istimewa, bukan hanya karena momem Syawal yang penuh berkah dengan seribu ganjaran pahala dari yang dijanjikan Allah SWT, melalui utusannya yakni Rasulullah Muhammad SAW, sebagaimana sabdanya : “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka pahalanya seperti puasa setahun penuh”~ Hadis. Akan tapi karena hadir pula momen Aqiqah tanda syukur atas kelahiran cucunya. Maka malam itu menjadi lebih dari sekadar Wasilah. Ia menjelma menjadi wadah berkah, wadah doa, wadah memperkuat tali ikatan hati diantara sesama yang sudah terkumpul sejak beberapa tahun dalam wadah Komunitas Anak Pelangi (K-Apel)

BACA JUGA:  Durasi TBM Panrita Lestari Gelar Kemah Literasi

Usai maghrib, satu per satu ibu hadir sebagaimana informasi dalam grup WhatsApp. Dengan langkah kecil namun hati yang besar. Obrolan demi obrolan bergulir seperti arus air di lorong tentang warga yang telah berpulang Rahmatullah, tentang hari-hari yang berlalu, tentang rindu dan kenangan. Di tengah obrolan itu, tiba-tiba ibu Hamira selaku tuan rumah menyodorkan bayi mungil yang baru saja diaqiqahkan ke hadapan saya.

“Hadiah terbesar yang bisa kita berikan satu sama lain, adalah saling mendoakan.” ~ Kata bijak

“Pak, doakan ki’ dulu cucuku. Biar pintar mengaji seperti kita,” katanya dengan nada tulus yang membuat waktu seakan berhenti sejenak.

Dalam hati, saya sempat menolak. Siapa saya ini? Bukan ustaz, bukan pula orang besar. Hanya orang biasa yang kebetulan sering bertemu dalam kegiatan belajar mengaji yang ter-agenda 2 x dalam sepekan. Tapi sebelum pikiran saya sempat membungkam bisikan batin saya, Ibu Hamira menyela, “Saya lihat Pak Maman doakan cucunya Dg Memang waktu keluar ki’ dari rumah sakit, hari itu, pas waktu jadwal mengaji di rumah Dg Memang.” ucapnya