WASILAH dan Doa Ibu-ibu K-Apel Lorong Daeng Jakking

Wasilah
WASILAH dan Doa Ibu-ibu K-Apel Lorong Daeng Jakking

Belum selesai ucapannya, Dg Memang menyambung, “Iye’, saya memang minta ki’ langsung sama Pak Maman doakan cucu saya. Sekalian saya minta dia kasih ki’ nama juga.”

Perkataan itu disambut Bu Ketua K-Apel, Ibu Suriati Tubi, “Iya tawwa, pak doakan ki cucunya Bu Hamira, biar pintar mengaji.” ibu-ibu yang lain pun ikut mengamini iya doakan Tawwa…

Saya terdiam. Terjepit antara rasa tidak layak dan kerendahan hati yang diajarkan oleh waktu. Akhirnya, saya sambut bayi itu dalam dekapan saya. Lalu saya pun memanjatkan doa, dengan kalimat-kalimat yang saya ingat, yang saya tahu. Bukan karena saya merasa pantas, tapi karena saya merasa harus. Karena mungkin, di balik doa yang sederhana, tersembunyi keridhaan yang besar. “Dan tegakkanlah doa di kedua ujung siang hari dan menjelang malam. Sungguh, perbuatan baik menyingkirkan perbuatan salah. Itu adalah pengingat bagi mereka yang mengingat.” ~ Hud : 114

Momen itu mengingatkan saya pada seorang ibu yang dulu aktif mengaji di Komunitas Anak Pelangi (K-Apel) sebelum hijrah ke kota Palopo Sulawesi Selatan. Ia selalu berkata, “Kalau anak saya lahir nanti, saya akan beri nama guru ngaji saya “Rahman Rumaday” biar pintar mengaji dan pintar seperti Pak Guru saya.” Ia mengulanginya berkali-kali setiap kali bertemu. Bahkan saat datang pamit bersama suaminya, ia kembali mengatakan itu dengan logat khas Makassar yang penuh ketulusan.

BACA JUGA:  Sri Gusty: Perlu Reward untuk Memantik Anak Menulis

Begitulah hidup di lorong Daeng Jakking khususnya ibu-ibu K-Apel. Di antara kesederhanaan dan keterbatasan, terselip harapan-harapan yang dijahit dengan doa dan kasih sayang. Aqiqah bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga menyembelih keangkuhan. Wasilah bukan sekadar kunjungan, tapi penguat ikatan jiwa. Dan bayi itu, menjadi simbol harapan baru bahwa ilmu, akhlak, dan Al-Qur’an adalah pusaka terbaik yang diwariskan dalam diam, melalui laku, bukan hanya kata.

Lorong ini kecil, tapi hatinya lapang. Di sinilah cinta tumbuh tanpa pamrih. Di sinilah saya belajar lagi makna doa, bukan karena siapa yang mendoakan, tapi karena siapa yang berharap.

Makassar, 12 April 2025 | 03.00 Dini hari