Bogor dan Dinamika Peraturan KPI tentang P3 dan SPS

Rusdi. Tompo di salah satu sudut kota Bogor
Rusdin Tompo (penulis) di salah satu sudut kota Bogor
Oleh: Rusdin Tompo (Koordinator SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan)

NusantaraInsight, Makassar — Mengingat-ingat Bogor, membawa saya pada kenangan hampir 12 tahun lalu saat terlibat dalam penyusunan Peraturan KPI tentang Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Beberapa kali saya mesti menempuh perjalanan dari Makassar dengan pesawat, mengudara pada ketinggian 35.000 kaki selama 2 jam 30 menit, kemudian mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, lalu naik bus DAMRI bandara ke Terminal Baranangsiang, Bogor, sebelum menuju hotel tempat kegiatan.

Saya merupakan bagian dari Tim Penyusun Revisi P3 dan SPS, yang dibentuk KPI Pusat. Tim ini terdiri dari semua komisioner KPI Pusat, periode 2010-2013, yakni Dadang Rahmat Hidayat (Ketua), Nina Mutmainnah Armando (Wakil Ketua), dengan anggota Ezki Suyanto, Muchamad Riyanto, Iswandi Syahputra, Judhariksawan, Azimah Subagijo, Idy Muzayyad, dan Yazirwan Uyun. Mewakili KPID, selain saya dari KPID Sulawesi Selatan, ada teman dari KPID NTT, KPID Jabar, KPID Jateng, KPID Yogyakarta, dan KPID Jatim. Tugas kami, merevisi P3 dan SPS 2009, yang dinilai tidak lagi seleras dengan praktik penyiaran kala itu. Hasilnya, kami berhasil merampungkan P3 dan SPS 2012, yang diluncurkan pada tanggal 1 April 2012, bertepatan dengan kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KPI dan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas), yang digelar di Surabaya, Jawa Timur.

BACA JUGA:  AB Iwan Azis tentang Rahman Arge dan Aktivitasnya

Saya mengenang momen itu, sebagai salah satu kontribusi Sulawesi Selatan, dalam rangka memperkuat regulasi penyiaran nasional. Secara pribadi, saya juga mengingat masa-masa diskusi dan perdebatan pasal-pasal krusial, yang terjadi hingga larut malam. Sungguh tidak mudah menyusun regulasi ini, karena ada banyak perspektif yang mesti dipahami. Salah satu yang jadi fokus saya, yakni bahasan tentang anak-anak sebagai khalayak khusus. Makanya, diskusinya berulang, lokasi hotelnya pun berganti-ganti setiap kali diadakan. Hotel Salak The Heritage di Jalan Ir H Juanda, yang tak jauh dari Istana Bogor, punya memori tersendiri.

Kalau pagi, sembari menghirup udara Kota Hujan, saya menyeberang jalan dari hotel menuju pagar istana kepresiden untuk memberi makan rusa-rusa peliharaan di situ. Ada banyak orang yang datang ke sana, tua-muda, besar-kecil. Mereka ada yang jalan pagi, lalu singgah membeli wortel atau kangkung yang dijual warga, lalu memberi makan rusa-rusa dari luar pagar. Ini salah satu hiburan bagi wisatawan yang berkunjung ke Bogor. Jarak dari hotel ke Kebun Raya juga tidak jauh. Kita bisa melihat orang-orang naik delman, mendengar derap langkah kuda, yang membawa penumpangnya berkeliling lokasi wisata ikonik, dari alun-alun hingga Balai Kota Bogor.