Kenangan Seorang Jurnalis Radio: Jejaring Wartawan dan Ide Wawancara

Kenangan Seorang Jurnalis Radio
Kenangan Seorang Jurnalis Radio

Oleh: Rusdin Tompo (Penulis dan Mantan Reporter Radio)

NusantaraInsight, Makassar — Ketika membuat surat lamaran untuk bekerja di Radio Bharata FM, di tahun 1996, saya menuliskan apa saja potensi yang saya miliki, antara lain bisa bekerja dalam tim, bisa menulis, punya kemampuan komunikasi yang baik, dan ide-ide untuk program. Begitu datang untuk wawancara di studio Radio Bharata FM, yang kala itu masih di Jalan Rajawali Nomor 16 Makassar, saya sampaikan bahwa bukan mau menjadi broadcaster (penyiar radio) tapi reporter radio.

Saya kemudian diterima bekerja di radio yang bersiaran pada frekuensi 106,5 FM itu. Posisi saya di bagian pemberitaan. Aktivitas saya masih mirip dengan apa yang saya kerjakan ketika bekerja di Radio Venus AM. Hanya melakukan rewrite, yakni menulis kembali berita yang dikutip dari surat kabar terbitan hari itu. Namun, ini bukan sekadar menulis ulang. Ada sentuhan tertentu yang saya terapkan saat meringkas-berita-berita yang dikutip tertentu.

Jujur, semua itu saya lakukan berdasarkan feeling saja. Maklum otodidak. Sebelumnya tidak pernah mengikuti pelatihan menulis, termasuk pelatihan jurnalistik. Modal saya adalah bacaan-bacaan yang saya lahap dari surat kabar dan majalah-majalah. Dari situ saya belajar polanya untuk diterapkan di radio, ketika menulis kembali berita-berita kutipan tersebut, dengan tetap menyebut sumber medianya.

BACA JUGA:  Masjid Sebagai Monumen Peringatan

Mengetiknya, saat itu masih menggunakan mesin tik, belum pakai komputer. Satu berita, panjangnya 8-10 baris. Pendekatan ini rupanya diterima dan berhasil. Buktinya, berita hasil “replikasi” itu mendapat sponsor iklan. Nanti, belakangan, saya baru tahu bahwa apa yang saya lakukan itu menggunakan pendekatan jurnalisme radio, yakni menulis untuk telinga. Jadi, boleh dikata, saya lebih dahulu praktik baru belajar teorinya hehehe.

Begitupun kisah awal di masa saya turun meliput sebagai reporter radio. Saya sama sekali tidak pernah mengikuti pelatihan tentang reportase. Saya terjun langsung ke lapangan dan mendapat pembelajaran dari teman-teman jurnalis senior, atau jurnalis media-media nasional. Mereka banyak membuka akses bagi saya ke narasumber, dan dari sana saya belajar ketika sedang wawancara atau ngrobrol ringan setelah itu.

Sebagai informasi, saya sudah melakukan reportase untuk berbagai kegiatan dan peristiwa sejak tahun 1996. Di masa itu, kerap kali, saya satu-satunya reporter dari radio swasta yang berada di lapangan, bergabung dan bergaul dengan teman-teman dari berbagai media. Bisa demikian lantaran radio-radio swasta dilarang membuat berita sendiri, hanya boleh merelay siaran berita dari Radio Republik Indonesia (RRI). Tahun 1999, pelatihan jurnalistik radio diadakan untuk pertama kali di Makassar, yang diselenggarakan oleh Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), di masa Tutut Soeharto, selaku ketua umum.