Minta ma Hangus-hangus na

Minta ma hangus-hangus na
Pembuatan kue lebaran (ilustrasi)

NusantaraInsight, Makassar — “Minta ma hangus-hangus na !” kata itu sangat familiar di telinga ketika bulan puasa memasuki 10 hari terakhir.

Apalagi kita yang mengalami masa kecil di tahun 80 hingga 90an, tentu kata-kata ini sudah sangat biasa.

Dimana pada era tersebut, silaturahmi dan gotong royong antar tetangga terasa begitu kental, dan tetangga merupakan keluarga terdekat kita betul-betul terjadi, sangat berbeda dengan saat ini yang antar tetangga kadang tak mengenal satu sama lain.

“Pergi ki pinjam mixer na, Tante mu di sebelah, nak.!”
“Pergi Ki, minta buku resep kuenya mama na Aco, nak !”
“Pergi Ki tanya Ki bede Tante mu, sudah mi na pakai mixer, kalo sudah mi ambil mi, kalo belum biar mi na pake dulu,”..

Kalimat perintah berulang yang sering kita dengarkan setiap tahunnya dan menjadi momen yang sedikit mendongkolkan jika kita yang jadi obyek perintah, namun saat ini sangat dirindukan.

“Kenapa ka, ada laki-laki di dapur terus, panpidokanna ini,” seru ibu, jika kita tak mau beranjak menjadi penonton saat proses pembuatan kue lebaran.

BACA JUGA:  Resmi Dibuka, APINDO Sulsel Gelar Pasar Ramadan

Bukan pada proses pembuatan kuenya yang menarik perhatian, akan tetapi proses pemanggangan kue di open yang menjadi “show” tersendiri bagi kita.

Wangi kue yang keluar dari panggangan membuat kita betah berlama-lama menatap proses pembuatan kue yang beranekaragam.

Sesekali ibu membuka resep yang ditulis di buku tulis hasil “penemuan” terbaru dari tetangga yang kebetulan lulusan “kursus pembuatan kue kering”

Terkadang jika bingung memahami resepnya, ibu perlu mengambil jalur diplomasi ke tetangga untuk sekedar untuk koordinasi terkait kue yang menurutnya terbaru dan terbarukan.

Buku tulis yang dibawa, biasanya bertambah keterangannya tentang resep yang dianggap baru tadi.

Bahkan sangking ingin perfecto hasil karyanya, pihak konsultan biasanya diundang langsung ke dapur untuk melakukan monev terkait rasa, warna dan bentuk kue yang diklaim hasil temuannya (biasanya penggarapan kue lebaran dibuat malam hari).

Setelah icip-icip sebentar, “Bu, ke mama na ka Aco dulu di, bingung tongki Bede, kasi begitu mi resepnya, cocok mi itu, enak mi,” ucapnya dan saya yakin jika beliau ada di era sekarang, yakin dan percaya pasti beliau ikut di ajang MasterChef atau setidaknya jadi komentator tetap di depan TV, minimal di hadapan tetangga.

BACA JUGA:  Selama Ramadhan, 'Relawan Maccini for IAS Gubernurku' Bagi Takjil di Kerung-kerung

Saya yang sedari tadi melihat para ibu-ibu berdiskusi tentang bagaimana pembuatan kue hingga kue itu tertata rapi di dalam toples mengambil posisi cuek, pikir ku, wangi kue di dalam panggangan lebih menarik perhatian.