Problem Penataan Ruang dan Lingkungan Kota Makassar, Akankah Tertangani? (Catatan untuk Wali Kota dan Calon Wali Kota Makassar)

Oleh: Mohammad Muttaqin Azikin

NusantaraInsight, Makassar — Dalam satu dekade terakhir, Kota Makassar telah mengalami perkembangan yang begitu pesat, terutama jika memerhatikan secara fisik pembangunan kotanya. Sayangnya, kemajuan tersebut tidak dibarengi dengan perhatian serius pada aspek lingkungan dan penataan ruangnya.

Fenomena ini akan terasa menemukan konteksnya, saat kita menelaah permasalahan tata ruang dan lingkungan pada cakupan wilayah Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan yang tercantum dalam RPJPD maupun RPJMD Sulawesi Selatan.

Pada dokumen perencanaan itu disebutkan bahwa; masih terjadi inkonsistensi terhadap penegakan Perda RTRW, ketaatan pada Perda Tata Ruang yang masih rendah serta menurunnya kualitas lingkungan pada semua DAS (Daerah Aliran Sungai) dan mayoritas kawasan pesisir.

Pengabaian dalam meng-arusutama-kan penataan ruang dan lingkungan membuat prinsip-prinsip livable city tak terpenuhi dengan optimal di berbagai Kota dan Daerah, termasuk Kota Makassar, seperti: ketersediaan kebutuhan dasar, ketersediaan fasum-fasos, ketersediaan ruang publik sebagai wadah interaksi antar komunitas, kualitas lingkungan, dukungan fungsi sosial, ekonomi dan budaya kota, keamanan dan keselamatan serta partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Konsekuensinya, pada tahun 2017, saat Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia melakukan survey kelayakhunian kota atau Most Livable City Index (MLCI) terhadap 26 Kota di Indonesia, Makassar berada pada nilai indeks paling rendah dalam kategori Bottom Tier Cities (Kota-kota dengan nilai index livability di bawah rata-rata).

BACA JUGA:  Budaya, Praktik Politik, dan Gerakan Advokasi

Tampaknya, Kota Makassar masih harus berjuang menuju kota layak huni, sebagaimananya kota-kota metropolitan lainnya, sebab masih banyak warga kota yang merasa tidak nyaman tinggal di kotanya. Jika kita mau jujur, maka hasil survey yang didapatkan dari MLCI pada sekitar tujuh tahun lalu itu, sepertinya masih terjadi juga hingga saat ini. Dan hal tersebut, terkonfirmasi pula dalam rilis yang dikeluarkan Celebes Research Center (CRC) tentang kondisi Kota Makassar beberapa tahun lalu, yakni pada Akhir Desember 2022, di mana menunjukkan di antara masalah utama yang perlu diselesaikan, masih terdapat soal banjir (20,5 persen) dan kemacetan (18,0 persen), di samping masalah lapangan kerja (24,5 persen) serta perekonomian yang semakin sulit (6,0 persen).

Sehingga, pandangan masyakarat dari hasil survey, menyatakan bahwa sebagian dari program mendesak untuk dibenahi ialah penanganan banjir (51,5 persen), mengatasi kemacetan (35,3 persen) serta perbaikan infrastruktur jalan (33,3 persen). Ironisnya, pada survei MLCI 2022 yang dirilis di tahun 2023 lalu, Kota Makassar masih tetap bertahan pada kategori Bottom Tier Cities dari 52 Kota se-Indonesia yang disurvei. Sebuah capaian yang berbanding terbalik dengan hasil riset yang menyebutkan Kota Makassar sebagai kota paling bahagia.