Problem Penataan Ruang dan Lingkungan Kota Makassar, Akankah Tertangani? (Catatan untuk Wali Kota dan Calon Wali Kota Makassar)

Karenanya, mungkin benar yang disampaikan Prof. Eko Budihardjo dalam bukunya Reformasi Perkotaan, bahwa kenyataan menunjukkan, kota-kota di Tanah Air kita cenderung kian tidak manusiawi, tidak nyaman, tidak menyenangkan untuk kehidupan manusia berbudaya. Fenomena dehumanisasi kota di Indonesia antara lain karena perhatian para pengelola dan pembangunannya lebih tercurah pada aspek fisik dan pergulatan kepentingan ekonomi. Padahal, nilai PAD yang tinggi di sebuah kota/daerah, ternyata tidak secara otomatis menjamin kelayakhunian sebuah kota. Itulah salah satu temuan menarik dari survey MLCI 2017.

Nah, berbagai problem lingkungan dan penataan ruang Kota Makassar tersebut, yang selama ini dirasakan oleh warga Makassar, boleh jadi disebabkan karena beberapa hal, antara lain:

Pertama, Rencana kota yang selama ini dibuat umumnya lebih berorientasi pada proyek (project oriented), daripada pemecahan masalah (problem solving oriented). Gagasan pemikiran dan konsep yang ditawarkan cenderung bombastis dan tidak ground-up, tetapi sedikit banyak utopian, sehingga tidak relevan dengan problema nyata yang dihadapi masyarakat.

Kedua, Rencana yang dibuat dan disusun, lebih banyak bersifat parsial serta sporadis, dibuat sendiri berdasarkan selera, obsesi dan khayalan penguasa kota. Sehingga akibatnya, perencanaan secara terpadu, integral, holistik dan menyeluruh sulit untuk diwujudkan.

BACA JUGA:  Peran KPID Sulawesi Selatan dalam Mengawal Pesta Demokrasi

Ketiga, Kurangnya koreksi dan evaluasi yang bersifat kritis terhadap jalannya pembangunan kota, berkaitan dengan rencana yang telah dibuat, untuk mendeteksi apa yang sesungguhnya berlangsung dan penyimpangan serta kesalahan apa yang timbul. Hal ini terjadi karena fungsi pengawasan legislatif yang kurang maksimal serta stakeholder yang bergerak di bidang lingkungan, perencanaan kota dan tata ruang – baik akademisi, profesional maupun mahasiswanya – tidak menjalankan tanggung jawab moral dan intelektualnya, dalam memberikan respons dan tanggapan terhadap persoalan-persoalan perkotaan yang ada.

Dengan memerhatikan hal di atas, serta mempertimbangkan masa waktu kepemimpinan Wali Kota dan Wakilnya yang tidak lama, maka sangat penting memilih program yang lebih diprioritaskan untuk diselesaikan. Bagi saya, ada empat program yang mendesak dan mesti lebih difokuskan, di antara delapan program utama yang terkait penataan ruang dan lingkungan, dalam RPJMD 2021-2026, yaitu: 1). Penataan total sistem persampahan, 2). Pembenahan total sistem penanganan banjir dan pencegahan kemacetan, 3). Peningkatan jejaring smart pedestrian dan koridor hijau kota, serta 4). Percepatan Makassar menjadi liveable city dan resilient city.