Ramadhan di Al Markaz Al Islami Makassar dan Liputan TV3 Malaysia

Penulis di depan Masjid Al Markaz Al Islami
Penulis di depan Masjid Al Markaz Al Islami
Oleh: Rusdin Tompo
(Koordinator Penulis Satupena Sulsel)

NusantaraInsight, Makassar — Setelah rampung dibangun tahun 1996, Masjid Al Markaz Al-Islami yang berdiri megah di Jalan Masjid Raya Makassar, seketika menarik perhatian publik. Arsitektur masjid yang pengerjaannya dimulai tahun 1994 ini, terinspirasi dari Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Perancangnya, Ir Ahmad Nu’man, juga menggabungkan unsur arsitektur khas Sulawesi Selatan dalam desainnya. Lihat saja atapnya yang berbentuk kuncup segi empat, mengingatkan kita pada Masjid Katangka, di Kabupaten Gowa.

Masjid yang oleh warga hanya disebut dengan nama Al Markaz ini, dibangun atas prakarsa Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf mantan Menhankam/Pangab (1978-1983). Luas bangunannya mencapai 6.932 meter persegi, mampu menampung jamaah hingga 10.000 orang. Masjid yang berdiri di atas bekas lahan kampus Unhas ini, biaya pembangunannya sebesar Rp12 miliar.

Masjid dibangun dengan pondasi yang sangat kokoh. Terdapat 450 tiang pancang sedalam 12 meter. Atapnya terbuat dari bahan tembaga atau tegola buatan Italia. Dinding lantai satu menggunakan keramik, sedangkan lantai dua dan tiga menggunakan batu granit. Mihrab masjid dihiasi kaligrafi yang indah, terbuat dari tembaga kekuning-kuningan. Kalau dicermati, pada plafonnya terdapat tulisan Allah pada setiap kotaknya.

BACA JUGA:  Lahan Contoh Penghijauan di Kec. Parado Bima (5-Habis): Lagu Lara Petani Jagung

Masjid yang jadi pusat pengkajian dan pengembangan agama Islam ini, punya menara setinggi 84 meter, dengan ukuran 3×3 mater. Tinggi menaranya sering dibandingkan dengan berbagai menara lain di dunia. Salah satunya, dengan menara Masjid Nabawi yang setinggi 104 meter. Masjid ini bukan saja terbesar di Sulawesi Selatan tapi juga Indonesia timur.

Dengan data-data mengagumkan yang dimiliki Al-Markaz, tidak mengherankan jika masjid ini bukan saja didatangi untuk keperluan ibadah tapi juga destinasi wisata religi. Di awal berdirinya, saya kerap datang melakukan liputan untuk program acara SKETSA Radio Bharata FM.

Saya jadi reporter radio antara tahun 1996-2000. Angel liputan di sini punya banyak pilihan. Liputan yang saya bikin, lebih menggunakan gaya feature dengan wawancara sebagai kekuatannya. Jurnalisme radio yang kami kembangkan memang mensyaratkan actuality voice, suara dari lapangan.

Kawasan Al-Markas akan berubah menjadi semacam pusat aktivitas bisnis bila tiba hari Jumat. Pasar Jumat ini ramai sebelum dan setelah jumatan. Kopiah, baju koko, kaos, kemeja, sepatu, sendal, majalah bekas, penukaran uang kuno, pedagang jalangkote, tukang urut, semua bisa ditemui di sana.