Menjawab pertanyaan peserta seminar, Titi Angraeni mengatakan, dalam pilkada 2024, petahana berpotensi melakukan kecurangan agar tetap tetap berkuasa. Oleh sebab itu, ini merupakan tantangan bagi pemerintahan baru, Prabowo-Gibran karena agenda pertama berskala besar bagi keduanya ketika baru sebulan satu minggu dilantik menggantikan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
“Pemerintahan baru harus menjaga bagaimana pejabat negara tidak cawe-cawe untuk memenangkan pejabat daerah,” Titi mengingatkan.
Berkaitan dengan masalah bansos, Titi Anggraini mendorong Mendagri dan KPU agar dengan jelas menetapkan prosedur yang terukur. Begitu pun dengan putusan Mahkamah Agung (MA) yang disinggung penanya yang diduga memberikan karpet merah kepada sosok tertentu, dia berpendapat, seharusnya putusan MA tersebut diberlakukan pada pilkada berikutnya, bukan pada tahun 2024 karena proses pencalonan sudah berjalan. Alasannya, pilkada dapat menimbulkan tidak adanya kepastian hukum.
Tak Bangun Kecerdasan Politik
Ketua Dewan Pers Dr.Ninik Rahayu, S.H., M.S. mengatakan, pemilu merupakan salah satu sarana perwujudan nilai-nilai demokrasi, sarana pergantian kekuasaan secara damai dan beradab, sarana kompetisi yang legal bagi warga negara untuk menjadi pelaksana kekuasaan negara. Selain itu, pemilu juga merupakan ruang pendidikan politik rakyat secara langsung, terbuka, bebas, dan massal
“Pemilu merupakan mekanisme bagi rakyat memilih kepala negara dan anggota legislatif dengan bertanggung jawab,” kata Ninik Rahayu yang meraih doktor di Universitas Jember 27 April 2018 tersebut.
Komisioner Komnas Perempuan (2006-2009 & 2010-2014) itu mengatakan, tantangan yang dihadapi, kandidat yang berkualitas belum tentu terpilih apabila tidak memiliki modal yang kuat untuk merebut suara rakyat. Masalah yang dihadapi dalam pilkada adalah terjadinya afirmasi setengah hati, kedamaian dan keadaban pemilu masih terganggu oleh politik uang, namun hal ini sulit dibuktikan.
“Penyelenggaraan pemilu tidak membangun kecerdasan rakyat dalam politik dan terjadinya politisasi identitas,“ kata Anggota Ombudsman RI (2016-2021) ini.
Berkaitan dengan peran pers sebagai penegak demokrasi, ibu tiga anak yang dilahirkan di Lamongan 23 September 1963 ini, mengutip Norris (2000), fungsi pers dalam demokrasi mencakup: (1) sebagai forum warga (civic forum); (2) sebagai pengawas pemerintah atau lembaga lembaga publik (watch-dog) (3) sebagai agen mobilisasi dimana media berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan keterlibatan warga dalam proses-proses politik yang berlangsung.