Oleh M.Dahlan Abubakar (Penulis buku “Ramang Macan Bola”)
NusantaraInsight, Makassar — Organisasi sepak bola se-jagat, Federation Internationale de Football Association (FIFA) di halaman depan laman resminya (FIFA.COM) 26 September 2012 mengenang pemain legendaris Indonesia kelahiran Barru, Sulawesi Selatan, Ramang bertepatan dengan 25 tahun kematiannya (26 September 1987).
Di laman itu, Ramang dikenal dengan nama Rusli Ramang. Kontan saja munculnya tulisan itu disambut hangat oleh sejumlah media online dan cetak di tanah air. Tidak hanya itu, orang pun memburu informasi tentang Ramang, termasuk buku yang pernah ditulis.
Mengenang Ramang yang dilakukan oleh FIFA melalui catatan di laman tersebut merupakan sebuah kebanggaan dan pengakuan terhadap sosok seorang Ramang. Organisasi sebesar FIFA saja mengakui kehebatan Ramang, tetapi tengoklah dan bagaimana dengan di negeri sendiri.
Pameo yang menyebutkan, kadang-kadang orang atau pihak lain yang memberi penghargaan luar biasa, agaknya terbukti.
Sepengetahuan kita, inilah untuk pertama kalinya organisasi sepak bola sejagat se-kelas FIFA mengakui dan memberi apresiasi yang sangat luar biasa kontruktif dan positif terhadap seorang pesepak bola Indonesia, justru di saat organisasi sepak bola nasional Indonesia, PSSI, sedang dirundung masalah waktu itu.
Di dalam negeri, Ramang selalu dikenang lantaran namanya digunakan pada frasa ‘Pasukan Ramang’’ sebagai julukan terhadap klub Persatuan Sepak bola Makassar (PSM) dengan harapan dapat bangkit dengan semangat dan berprestasi seperti Ramang.
Namun, penggunaan nama kian paradoks dengan prestasi yang diraih PSM. Bagaimana mau memaknai roh semangat Ramang, sementara para pemain kesebelasan Juku Eja ini lebih banyak anak-anak non-Bugis-Makassar alias asing. PSM sudah menjadi sebuah klub profesional.
Nama Ramang kini dikenal tidak lebih dari sekadar basa basi. Toami Ramang (Ramang sudah tua), sebuah idiom yang bermula dari ucapan Ramang sendiri ketika menolak saya yang hendak mewawancarainya sekitar 43 tahun (1981) silam di kediamannya.
Ungkapan bernada kontradiksi dengan apa yang hendak kita inginkan terhadap sosok pemain legendaris ini. Dua kata yang menyimbolkan bahwa seseorang sudah tua, tidak perkasa lagi, prestasi sudah melorot, dan semua yang lemah lunglai.
Penggunaan nama toami Ramang, memberikan kekhususan, betapa frasa ini hidup subur di tengah masyarakat dari waktu ke waktu. Belum pernah ada nama orang yang sudah seperempat abad (per 2012), sosok dan namanya masih disebut toami (sudah tua). Sapaan seperti itu masih terus digunakan masyarakat Sulawesi Selatan hingga kini.